DORONGAN MENCARI RIZKI YANG HALAL

Standar

DORONGAN MENCARI RIZKI YANG HALAL

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Hadits

Dosen Pengampu: Nadhifah, S.Th.I,  M.S.I

Disusun oleh:

Nisvi  Nailil  Farichah             (103111082)

Noor  Aini                               (103111083)

Nova  Fitri Rifkhiana              (103111084)

Nur  Hayati                             (103111085)

Nur  Hidayati                          (103111086)

Amri Khan                              (103111109)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2011

DORONGAN MENCARI RIZKI YANG HALAL

       I.            PENDAHULUAN

Harta  itu  hijau berkilauan, berguna  sebagai  nikmat  dan  kebaikan  yang  diberikan  Allah  Ta’ala. Dia  dihalalkan  memilikinya  dengan  bila  berasal  dari  perbuatan  halal  dibayarkan  zakatnya  serta  hak-hak  Allah  yang  melekat  padanya, maka  harta  itu  berguna, mendatangkan  kebaikan  dan  akan  diberkati  siapa  yang  mengambilnya  dengan  jalan  yang  benar.

Islam  adalah  agama  kemuliaan, meskipun  anda  bekerja dan  memperoleh  penghasilan  dari  pekerjaan  itu, namun  islam  tidak  membolehkan  seseorang  mengambil  kecuali  bila  ada  keperluan.[1]

Islam  juga  mengajarkan  tentang  bagaimana  cara  mencari  rizki  yang  halal  lagi  baik, tetapi  tidak  semua   orang  dapat  mengetahui  dan  memahami  tentang  hal  itu. Maka  untuk  lebih  jelasnya  kami  bahas  tentang  tata  aturan  islam  bagi  seorang  muslim  sebagai  dorongan  untuk  mencari  rizki  yang  halal  lagi  baik.

    II.            RUMUSAN  MASALAH

 

  1. Apa  Pengertian  Rizki  yang  Halal?
  2. Apa  Saja  Kriteria  Rizki  yang  Halal?
  3. Apa  Saja Hadits  tentang  Dorongan  Mencari  Rizki  yang  Halal?
  4. Bagaimana  Cara  Mencari  Rizki  yang  Halal?
  5. Apa  Saja  Hikmah  Mencari  Rizki  yang  Halal?

 III.            PEMBAHASAN

  1. Pengertian  Rizki  yang  Halal

Adapun  arti  Rizki  adalah  sesuatu  yang dapat  diambil  manfaatnya  oleh makhluk hidup  seperti  makanan, minuman  dan  lain-lain.

Sedangkan  halal, berasal  dari kata  bahasa  arab ((حلال yang berarti  diperbolehkan, disahkan, diizinkan. Jadi  Rizki  yang  halal adalah  sesuatu  yang  dapat  diambil manfaatnya  dan  boleh dilakukan  atau  dikerjakan  sesuai  dengan  ketentuan  syari’at  islam.

Nabi  SAW  bersabada:

من جعل الهم هما واحدا كفاه الله هم الدنيا ومن تشعيته الهموم لم يبال الله فى أتى اودية الدنيا  هلك (رواه الحكم)          

Artinya:

Barang  siapa  yang  mempunyai  hany,a  satu  keinginan  (yaitu akhirat)  niscaya  Allah Swt  akan  mencukupkan  kehidupan  yang  diinginkannya  di  dunia. Dan  barang  siapa  yang   keinginannya  bercabang-cabang, Allah Swt tidak akan memperdulikan  kebinasaannya di  lembah  manapun  di  dunia  ini.” (H.R Hakim)

Menurut  ahli sunnah  waljama’ah, rizki  itu  sesuatu  yang  dapat  diambil  manfaatnya, meskipun  diperoleh  dari  jalan  haram, seperti  hasil  curian, perjudian, penipuan dan lain-lain. Menurut  kaum  Mu’tazilah  berpendapat  bahwa  yang  dinamakan  rizki  itu  ialah  yang  didapat dari  jalan  yang  halal  saja. Sedangkan  Rizki  yang  dimaksud  dalam  hadits  qudsi  di atas  ialah jaminan  dan  tanggungan  Allah Swt yang  akan  diberikan  kepada  setiap  orang. Apabila  Allah Swt  telah  menetapkan  rizki  bagi  seseorang, tidak  seorangpun  dapat  menghalanginya  walau  bagaimanapun  usahanya.

Firman  Allah Swt:

هو الذي جعل لكم الارض ذلولا فامشوا فى مناكبها وكلوا من رزقه واليه النشور

Artinya:

Dan  Dialah  yang  telah  menjadikan  bumi  itu  mudah  bagi  kalian. Maka  berjalan  dan  berusahalah  di  segala  penjuru-Nya dan makanlah dari  sebagian  rizki-Nya, dan  kepada-Nyalah  kalian (kembali)  dibangkitkan” (QS.67 Al-Mulk:15)

Firman  di atas  adalah  satu  janji  Allah  yang  Maha Pengasih  lagi  Maha  Penyayang, bagi  hamba-Nya  yang  berusaha  secara  ikhlas. Allah Swt  menyiapakan  pimpinan  dan  tuntunan, menyiapkan  rizki  yang  halal  lagi  baik  dan  membantu  serta  menolongnya  dalam  usahanya, sehingga  rizkinya  datang  dengan  cara  yang   mudah  tanpa  melalui kesulitan  dan  kesukaran, sebab  ternyata  hamba  itu  telah  memperkenankan  panggilan  Rab-Nya  yang  menggalakkan  untuk  berusaha, beramal, bekerja dan  memberi  keuntungan.

Maka  hendaklah  kita  selalu  berusaha  keras  memohon  kehadirat         Allah  Swt dalam  setiap  do’a  kita  agar  kita  senantiasa  diberi-Nya  rizki  yang  halal  semata.

  1. Kriteria  Rizki  yang  Halal

Dalam  buku  M. Quraisy  Syihab  diterangkan  bahwa  kriteria  halal  ada  2 macam, yaitu  halal dari  segi  zat  dan halal dari  cara memperolehnya.[2]

Seorang  muslim  tidak  boleh  hanya  menggantungkan  dirinya  kepada     sedekah  orang  lain, padahal  dia  mempunyai  kemampuan  untuk    berusaha   memenuhi  kebutuhan  dirinya  sendiri  dan  keluarga  serta  tanggungannya, karena  itu  Rasulullah  bersabda:

                                                                لا  تحل  الصدقة  لغنى  ولا  لذي  صرة سوى                                                                       

Artinya:

Sedekah  tidak  halal  bagi  orang kaya  dan  orang  yang  mempunyai  kekuatan  yang  memadai.[3]

Dapat  diartikan  bahwa  sedekah  tidak  dihalalkan  kepada  orang  kaya dan  orang-orang  yang  mampu  untuk  mencari  rizki  yang  lebih  baik, karena  pada  hakekatnya  sedekah  hanya  diperuntukkan  kepada  orang-orang  yang  membutuhkan  atau  yang  berhak, karena  hal  tersebut  sama  dengan  peminta-minta  sedangkan  kita  mampu.

Diterangkan  juga  mengenai  rizki  yang  halal  dan  haram  dalam  buku  Minhajul  Qosidin  bahwa  halal  yang  mutlak  ialah  dzatnya  tidak  berkaitan  dengan  suatu  sifat  yang  memastikan  pengharaman  zat, dan  sebab-sebabnya  tidak  berkaitan  dengan  sesuatu  yang  menjurus  kepada pengharaman  dan  kemakruhan. Dan  sebaliknya  haram  yang  murni  ialah  yang  di dalamnya terdapat  sifat  yang  memang  diharamkan  dan  atau  yang  dihasilkan  karena  suatu  sebab  yang  dilarang.[4]

Seorang  muslim  dalam  mencari  keberkahan  dalam  hidupnya, hendaklah  mencari  rizki  yang  halal dengan  bekerja  melalui  jalan-jalan  yang  diridhoi  Allah. Untuk  itu, seorang  muslim  harus  mengerti  tentang  kaidah  umum  bekerja.  Kaidah  Umum  bekerja  ialah  bahwa  islam  tidak  memperbolehkan  putra-putrinya  mencari   kekayaan  dengan  sekehendak  hatinya  dan jalan  apapun. Akan  tetapi  islam  membuat  untuk  mereka  jalan-jalan  yang  dibenarkan  syari’at  dan  yang  tidak  dibenarkan  syari’at  di dalam  mencari  penghidupan  dengan  memperhatikan  kemaslahatan  umum.

  1. Hadits  tentang  Dorongan  Mencari  Rizki  yang  Halal
    1. Hadits  Abdullah  bin  Umar

Tentang  orang  yang  memberi  lebih  baik  daripada  orang  yang  meminta-minta.

عن  عبد  الله بن عمر  رضي الله  عنهما  ان رسول الله عليه وسلم قال: وهو على المنبر وذكر الصدقة والتعفف والمسألة اليد العليا خير من اليد السفلى فاليد العليا هي المنفقة والسفلى هي الساثلة  (البخاري في كتاب الزكاة)

Dari  Abdullah  bin Umar ra  berkata bahwasanya Rsulullah SAW bersabda: saat  berdiri  di atas  mimbar, menerangkan  tentang  sedekah, memelihara  diri  dari  meminta-minta  dan  tentang  hal meminta-minta, Rasulullah  bersabda: tangan yang di tas  itulah  tangan  yang  memberi, sedangkan  tangan  yang  di bawah  itulah tangan  yang meminta-minta. (HR.bukhari).[5]

Hadits  ini  menerangkan  bahwa  orang  yang  memberi  itu  lebih  baik  daripada orang  yang  meminta-minta, karena  perbuatan  meminta-minta  merupakan  perbuatan  yang  mengakibatkan  seseorang  menjadi  tercela  dan hina.

Orang  yang  dermawan  lebih  utama  daripada  orang  yang meminta-minta. Jadi bagi  mereka  yang  memperoleh  banyak  harta  harus  diamalkan  kepada  orang  yang  membutuhkan, sebab islam  telah  memberitanggung  jawab  kepada  orang muslimuntuk  memelihara  orang-orang  yang  karena  alasan tertentu tidak  bisa  memenuhi kebutuhan  hidupnya, yaitu melalui  zakat dan  shadaqah. Sedangkan islam tidak  menganjurkan  hidup dari belas kasihan  orang lain  atau  dengan kata  lain  islam  tidak  menyukai pengangguran  dan mendorong   manusia  untuk  berusaha.

  1. Hadits  Abu  Hurairah  tentang  menjual  kayu  bakar  lebih baik  daripada meminta-minta.

عن ابي هريرة رضي الله عنه يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لان يحتطب احدكم حزمة على ظهره خيرله  عن ابي هريرة رضي الله عنه يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (أخرجه البخاري فى كتاب المساقاة) من ان يسأل احدا فيعطيه أو يمنعه

Dari  Abu  Hurairah  ra berkata, dari  Rasulullah SAW bersabda: Seandainya  seseorang  mencari  kayu  bakar  dan  dipikullah  di atas  punggungnya, hal  ini  lebih  baik  daripada  meminta-minta  pada  seseorang  yang  kadang  diberi, kadang-kadang  pula  ditolak. (HR.Bukhari)[6]

Hadits  ini  menerangkan  bahwa  Rasulullah  SAW menganjurkan  untuk  kerja  dan  berusaha  dengan  susah  payah mencari  kayu  bakar  dan  menjualnya  serta  tidak  mendapatkan  upah  yang  sesuai, itu  lebih  baik  jika  dibandingkan  dengan  meminta-minta  pada  orang  lain  untuk  memenuhi  kebutuhan  hidup. Karena  setiap  muslim  dituntut  bekerja  dan  berusaha, makan  dan  memakmurkan  hidup  dengan  keringatnya  sendiri. Menganjurkan  untuk  memelihara  kehormatan  diri  dan  menghindarkan  diri  dari  perbuatan  meminta-minta  dan tidak  melakukan  pekerjaan  hina.

  1. Hadits  Miqdam bin Ma’di Kariba  tentang  Nabi  Daud  Makan  dari Usahanya  Sendiri.

عن المقدام رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ما اكل احد طعاما قط خير من ان يأكل من عمل يده و ان نبي الله داود عليه السلام كان يأكل من عمل يده

(أخرجه البخاري في كتاب المساقاة)

Dari  Al-Miqdam ra, dari  Rasulullah  SAW  bersabda: Tidaklah  seseorang memakan  makanan  yang  lebih  baik dari  hasil  keringatnya  sendiri. Sesungguhnya  Nabi  Daud itupun  makan  dari  hasil  keringatnya  sendiri.(HR.Bukhari)[7]

Hadits  ini  menerangkan  bahwa  rizki  yang  baik  adalah  rizki  yang  di dapat  dari  jalan  yang  halal dan  dari  usahanya sendiri. Dalam  hadits  ini  juga  dicontohkan  bahwa  Nabi Daud walaupun  beliau  seorang  nabi  dan  kehidupannya  dijamin  oleh  Allah SWT, tetapi  Nabi Daud  tetap  bekerja  keras  dan  tetap  berusaha  dalam  memenuhi  kehidupannya.

  1. Hadits  Abu  Hurairah  tentang  Nabi  Zakaria  Seorang  Tukang  Kayu

عن أبي هريرة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: كان زكريأ نجارا (اخرجه مسلم في كتاب الفضائل)

Dari  Abu  Hurairah  berkata, bahwasanya  Nabi  Muhammad SAW  bersabda: Nabi  Zakariya  adalah  seorang  tukang  kayu.” (HR.Muslim)[8]

Hadits  ini  menerangkan  bahwa  Nabi  Zakariya  juga  bekerja  sendiri, tidak  menunggu  rizki  datang  sendiri. Kita  sebagai  umat  islam  harus  selalu  berikhtiar  lahir  dan  batin  untuk  selalu  mendapatkan  rizki  yang  halal  dan  baik, karena  dari  rizki  itulah  kita  tumbuh, hidup, dan kesemuanya  itu  akan  dipertanggung  jawabkan   kepada  Allah  SWT.

  1. Cara  Mencari  Rizki  yang  Halal

Di dalam  mencari  rizki  hendaklah  memperhatikan  halal dan  haramnya, baik  dan  buruknya. Karena  mencari  rizki  yang  halal  itu  wajib  hukumnya, tidak boleh  mengikuti  kehendak  hawa  nafsu  yang  menyimpang  ajaran  Islam  dan  langkah-langkah  setan  karena  rizki  yang  tidak  halal  akan  berpengaruh  negatif  dalam  segi-segi  hidup  dan kehidupan  baik  pelakunya  sendiri  maupun  masyarakat  sekitarnya. Firman  Allah SWT:

يا يها الناس  كلوا  مما  فى الارض  حللا طيبا  ولا  تتبعوا  خطوات  الشيطان, انه لكم  عدو مبين

                        Artinya:

Wahai manusia! Makanlah  dari  (makanan)  yang  terdapat  di bumi  yang  halal dan  baik  dan  janganlah  kamu  mengikuti  langkah-langkah  setan. Sungguh  setan  itu adalah  musuh  yang nyata bagimu.” (QS.Al-Baqarah: 168)

Hadits  Nabi SAW:

ان  الله  تعالى  يحب  ان  يري  عبده  يسعى  فى طلب الحلال.

Artinya:

Sesungguhnya  Allah  suka  kalau  Dia  melihat  hamba-Nya  berusahamencari  barang  halal.”(H.R.ath-Thabrani dan ad-Dailami)[9]

Ibnu  Abbas ra  berkata,  “Adam  menjadi  petani, Nuh  menjadi  tukang  kayu, Idris  menjadi  penjahit, Ibrahim dan Luth  menjadi  petani, Shalih  menjadi  pedagang. Daud  menjadi  pandai  besi, Musa, Syu’aib, dan Muhammad menjadi  penggembala.”

Para  sahabat Rasulullah SAW  juga  berdagang  di  daratan  maupun  di lautan,dan  menggarap  tanah . Kemudian Abu  Sulaiman  Ad-Darany  berkata, “Ibadah menurut  pandangan  kami  bukan berarti  engkau membuat  kedua  kakimu  kepayahan  dan  orang  lain  menjadi  payah  karena  melayanimu. Tetapi  mulailah  dengan  mengurus  adonan  rotimu , setelah  itu  beribadahlah. Jika  ada  yang  berkata, ‘Bukankah Abud-Darda’ pernah  berkata, “Perniagaan  dan  ibadah  yang  sama-sama  dikerjakan  tidak  akan  bisa  bersatu?’ Dapat  dijawab  sebagai  berikut, ‘Kita  tidak   bahwa  bukan  perniagaan  itu  sendiri  yang  dimaksudkan . Tetapi  karena memang  perniagaan  merupakan  sesuatu  yang  pasti dibutuhkan  manusia  untuk  mencukupi  kebutuhan  keluarga  dan  menyerahkan kelebihannya  kepada  orang  lain  yang  membutuhkan. Tapi, jika  yang  dimaksudkan  perniagaan  itu  sendiri  menumpuk  harta  untuk membanggakan  diri  dan  tujuan-tujuan (duniawi) lainnya, maka ini  adalah  sesuatu  yang  tercela. Jadi  hendaknya  ikatan  yang  bisa  dihimpun dalam  mata  pencaharian  meliputi  4 perkara: Dilakukan  secara sah, adil, baik dan  mementingkan agamanya.

Dan  juga Dalam  sebuah  atsar  disebutkan  bahwa Luqman  Al-Hakim  berkata  kepada  anaknya, “Wahai  anakku, perhatikanlah  mata  pencaharian  yang  halal. Karena  jika  seseorang  menjadi  miskin , maka  dia  bisa  terkena  salah  satu  akalnya  dan  kepribadiannya  yang  menurun. Yang  lebih  besar  dari  tiga perkara  ini  adalah  adanya  orang  lain  yang  menganggap remeh terhadap  dirinya.”

Telah  disebutkan  di dalam  Ash-Shahihain, dari  hadits  An-Nu’man bin Basyir  ra, bahwa Nabi SAW bersabda,

الحلال  يبين  والحرام  يبين, و بينهما  أمور  مشتبهات.

 (رواه  البخاري  و  مسلم)

Yang  halal  itu  jelas  dan  yang  haram  itu jelas  pula, sedang di antara  keduanya  adalah perkara-perkara  musytabihat.” (Diriwayatkan  Al-Bukhary dan Muslim).

Tentang  anjuran  mencari  yang  halal, Allah berfirman,

Hai  rasul-rasul, makanlah dari  makanan  yang  baik-baik  dan  kerjakanlah  amal  yang  shalih.” (Al-Mukminun: 51)

Maksud  makanan  yang  baik-baik  disini  adalah  yang  halal. Yang  demikian ini  diperintahkan  terlebih  dahulu  sebelum  mengerjakan  amal shalih. Allah  berfirman  tentang  celaan  yang  haram,

Dan  janganlah  sebagian  kalian  memakan  harta  sebagian  yang  lain  di antara  kalian  dengan  jalan  yang  batil.” (Al-Baqarah: 188)

Dari  Abu  Hurairah ra,  dia  berkata, “Rasulullah SAW  bersabda,

يا  ايها  الناس  إن  الله  طيب  لا  يقبل  إلا  طيبا.

Hai manusia, sesungguhnya  Allah itu  baik  dan  tidak  menerima  kecuali  yang  baik-baik.”

Lalu  Abu  Hurairah melanjutkan   hadits  ini  hingga  perkataannya. “Kemudian  beliau menyebutkan  tentang  seorang  laki-laki  yang  mengadakan  perjalanan   ‘Ya  Rabbi, ya  Rabbi!’  Sementara  makanannya  haram,minumnya  haram, pakaiannya  haram  dan  memberi  makan  dengan  yang  haram, maka  mana  mungkin  dia  dikabulkan karena  yang  demikian  itu?” (Diriwayatkan  Muslim)

Diriwayatkan  bahwa  Sa’d  bertanya  kepada  Rasulullah SAW, bagaimana  agar  do’anya  diterima?  Maka  beliau  menjawab,

Buatlah  makananmu  yang  baik-baik,niscaya  doamu  akan  dikabulkan.” (Diriwayatkan  Ath-Thabrany)[10]

  1. Hikmah Mencari Rizki yang Halal

Beberapa  keutamaan  mencari  rizki  yang  halal  antara  lain:

  1. Dosanya  akan  diampuni

Mencari  rizki  yang  halal  dalam  rangka  mencukupi  kebutuhan  pribadinya  dan  keluarganya  adalah  suatu  hal  yang  sangat  terpuji  bahkan  dapat  terampuni  dosa-dosanya.[11]

  1. Menumbuhkan  sikap  juang  yang  tinggi  dalam  menegakkan ajaran  Allah  dan  Rasul-Nya.

Bagi  orang  yang  selalu  mengusahakan  untuk  menjaga  makanannya  dari  yang  haram  berarti  ia  telah  berjuang  di jalan  Allah  dengan derajat yang  tinggi. Hal  ini sesuai  dengan  sabda  Rasulullah SAW:

من سعى على عياله من  حله فهو كاالمجاهد في سبيل الله و من طلب الدنيا حلال في غفاف

Barang  siapa  yang  berusaha  atas  keluarganya  dari  barang  halalnya, maka  ia  seperti  orang  yang  berjuang  di jalan  Allah. Dan  barang  siapa  menuntut  dunia  akan  barang  halal  dalam  penjagaan, maka  ia  berada  di  dalam  derajat  orang-orang  yang  mati  syahid”.                             (HR.Thabrani dari Abu Hurairah)

  1. Mendekatkan  diri  kepada  Allah  SWT

Orang  yang senantiasa  mengkonsumsi  makanan  yang  halal, maka  dengan  sendirinya  akan  menambah  keyakinan  diri  bahwa  Allah  dekat  dengan  kita  yang  selalu  mendengarkan permintaan  do’a kita, sebagaimana  sabda  Nabi  SAW:

ان سعد سال رسول الله ص.م ان يسال الله تعال ان يجعله مجباب الدعوة فقال له: اطب طعمتك تستجب دعوتك

Bahwasanya  Saad  memohon  kepada  Rasulullah SAW  untuk  memohon kepada  Allah  SWT  untuk  menjadikannya (saad) diperkenankan  doanya, lalu  beliau  bersabda “Baikkanlah  makananmu maka  diperkenankan”. (HR.Thabrani Ibnu Abbas).[12]

  1. KESIMPULAN

Dari pembahasan  di atas  dapat  disimpulkan bahwa, Rizki  yang  halal adalah  sesuatu  yang  dapat  diambil manfaatnya  dan  boleh dilakukan  atau  dikerjakan  sesuai  dengan  ketentuan  syari’at  islam. Dalam  buku  M. Quraisy  Syihab  diterangkan  bahwa  kriteria  halal  ada  2 macam, yaitu  halal dari  segi  zat  dan halal dari  cara memperolehnya. Rizki yang halal sebaiknya dilakukan dengan usaha yang baik dan dikerjakan sendiri diibaratkan seperti seseorang yang mencari kayu bakar dan menjualnya serta tidak mendapatkan upah yang tidak sesuai. Cara mendapatkan rizki yang halal sebaiknya tidak boleh  mengikuti  kehendak  hawa  nafsu  yang  menyimpang  ajaran  Islam.

Adapun hikmah mencari rizki yang halal diantaranya: dosanya akan diampuni, dan menumbuhkan sikap juang yang tinggi dalam menegakkan ajaran Allah dan rasul, serta mendekatkan diri kepada Allah.

 

  1. PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan banyak manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya.Amin

DAFTAR PUSTAKA

Ad Damasyqi Ibnu Hamzah Al Husaini, Asbabul Wurud 2 Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-Hadits Rasul, (Jakarat: Kalam Mulia), cet. VI

Al Asyhar Thobieb, Bahaya Makan Haram, (Jakarta: PT Al Mawardi Prima, 2003), cet. I

Al Khayyath, Abdul Aziz, Terj. Mohammad Nurhakim, Etika Bekerja Dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1989)

Qudamah Ibnu, Terj. Kathur Suhardi, Minhajul Qashidin, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), cet. I

Shiddiq Ahmad, Benang Tipis Antara Halal dan Haram, (Surabaya: Putra Pelajar, 2002), cet. VI

Sya’roni Mahmud, Cermin Kehidupan Rasul, (Semarang: Aneka Ilmu, 2006)

Syihab Quraisy, Wawasan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1998)

 

 


[1] Ibnu Hamzah Al Husaini Ad Damasyqi, Asbabul Wurud 2 Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-Hadits Rasul, (Jakarat: Kalam Mulia, 2006), cet. VI,  hal. 88

[2] Quraisy Shihab,Wawasan Al-Qur’an,(Bandung: Mizan, 1998), hal.148

[3]. Ibnu Hamzah Al Husaini Ad Damasyqi, Op.cit, hal

[4] Ibnu Qudamah, Terj. Kathur Suhardi, Minhajul Qashidin, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), hal.104-105

[5] Abdul Aziz Al Khayyath, Terj. Mohammad Nurhakim, Etika Bekerja Dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1989), cet. I hal. 51

[6] Mahmud Sya’roni, Cermin Kehidupan Rasul, (Semarang: Aneka Ilmu, 2006), cet. I,  hal.295-296

[7] Ibid, hal.296

[8] Ibnu Qudamah, Terj. Kathur Suhardi,Op.Cit, hal.100

[9] Mahmud Sya’roni, Op.Cit, hal.293-294

[10] Ibnu Qudamah, Loc.Cit, hal. 100-105

[11] Ahmad Shiddiq, Benang Tipis Antara Halal dan Haram, (Surabaya: Putra Pelajar, 2002), cet. I hal.10

[12] Thobieb Al Asyhar, Bahaya Makan Haram, (Jakarta: PT Al Mawardi Prima, 2003), cet. I, hal. 84-86

Tinggalkan komentar