HUKUM KATAK DAN KEPITING

Standar

HUKUM KATAK DAN KEPITING

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Masail Fiqiyah
Dosen Pengampu: Amin Farih, M.Ag

Disusun oleh:
Noor Aini
103111083

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011

HUKUM KATAK DAN KEPITING

I. PENDAHULUAN
Dewasa ini sesuai dengan perkembangan zaman beraneka ragam kuliner dari campuran berbagai bahan makanan yelah diolah. Berbagai makanan khas Negara juga yelah masuk dan dipadupadankan dengan masakan daerah dan menjadi menu dengan cita rasa tersendiri. Namun terkadang para konsumen tidak mengetahui atau peka terhadap bahan campuran atau bahan utama pembuatan menu tersebut, apakah itu halal, haram atau shubhat hukumnya.
Makanan merupakan suatu bahan yang diperlukan makhluk hidup untuk memberikan energi bagi tubuh, guna kelangsungan hidupnya. Baik makanan itu dari darat, laut maupun udara yang merupakan fasilitas atau anugrah yang diberikan Allah untuk makhluknya.
Pada dasarnya Allah menciptakan segala sesuatu, itupun hukumnya mubah atau halal yang dapat digunakan atau dikonsumsi, kecuali yang suda disebutkan dalam nash atau as sunnah itu diharamkan.
Manusia seringkali memilih untuk terjebak dalam belenggu nafsu dan kenikmatan sesaat. Halal dan Haram tidak lagi dikembalikan kepada hukum Allah. Bahkan lidah dan nafsu menjadi penentu hokum halal dan haram. Seperti halanya makanan swieke yang bahan utamanya adalah daging katak, dan olahan-olahan kepiting. Sebenarnya, bagaimana hukum katak dan kepiting. Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan bagaimana hukum katak dan kepiting.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Ciri-ciri Hewan Katak?
B. Bagaimana Hukum Katak?
C. Bagaimana Ciri-ciri Kepiting?
D. Bagaimana Hukum Kepiting?
III. PEMBAHASAN
A. Ciri-Ciri Katak
Katak yang dalam bahasa arab disebut ضفدع (Dlifda’)merupakan hewan amphibi yaitu hewan yang dapat hidup didua alam, yakni darat dan air. Tubuhnya terdiri dari kepala,badan dan empat kaki, dua kaki belakang digunakan untuk bergerak dengan cara melompat dan dua kaki yang lain berfungsi sebagai pijakan atau penyeimbang.
Kebanyakan hewan amphibi bergerak ke air hanya untuk bereproduksi. Fertilisasi terjadi secara eksternal (pembuahan sel telur oleh sperma terjadi di air atau di luar tubuh amphibi betina). Telur di seliputi oleh selubung agar-agar. Setelah dibuahi sperma telur berkembang dan menetas menjadi kecebonng. Kecebong merupakan larva akuatik berinsang dan akan bermetamorfosis menjadi dewasa. Hewan dewasa keluar dari perairan dan bernafas dengan paru-paru.
Begitu juga katak berkembang biak dengan cara bertelur dan mengalami sklus metmorfosis. Tubuhnya berlendir dan mempunyai dua alat pernafasan yaitu paru-paru yang digunakan ketika berada di darat dan insang yang berfungsi ketika berada di air. Penyebutan katak dan kodok bagi sebagian orang itu berbeda, dan mereka mengatakan bahwa kodok yang dapat di konsumsi. Namun pada dasarnya katak dan kodok merupakan hewan yang berbeda namun masih dalam satu kelas yakni kelas amphipi yang dapat hidup di dua alam.

B. Hukum Katak
Syariah member petunjuk yang jelas tentang yang halal dan yang haram berdasarkan Al quran dan As sunnah. Tidak seorangpun dapat menentukan suatu itu halal atau haram, bahkan rasul tidak dapat menentukan dengan pertimbangan pribadinya.
Allah telah menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini baik benda hidup atau mati hukumnya halal atau mubah, kecuali yang sudah dinashkan dalam al quran dan as sunnah itu haram maka hukumnya haram. Dengan petunjuk yang jelas dari nash itulah kita dapat mengetahui mana yang halal dan yang haram.
Dalam QS. Al Baqarah :29, Allah berfirman:
هوالذي خلق لكم ما في الارض جميعا
Artinya:
“Dialah Allah Yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kamu semua.”
Lalu timbul pertanyaan mengenai hukum katak. Apakah halal atau haram. Karna sudah bukan hal tabu dijumpai makanan yang bahan dasarnya adalah katak. Seperti masakan swieke kodok, yang memang berasal dari Negara timur. Makanan ini cukup banyak di nikmati dan mempunyai cita rasa daging katak yang lembut.
Mengenai hukum mengkonsumsi katak dalam As sunnah telah dijelaskan:
انّ طبيبا ساءل النبيّ ص م :عن ضفدع يجعلها في دواء فنهاه النبي ص م:عن قتلها(رواه ابو داود)
Artinya:
“Ada seorang tabib menanyakan kepada Nabi SAW mengenai katak, apakah boleh dijadikan obat. Kemudian nabi melarang untuk membunuh katak.” (HR.Abu Dawud).
Pada hadist Abdurrahman bin Usman diatas sudah jelaslah bahwa hukum katak adalah haram.Karna nabi telah melarangnya. Dan hewan yang dilarang dibunuh hukumnya haram. Bukan hanya katak diharamkan karena dilarang untuk dibunuh, juga karna orang orab berpendapat bahwa katak adalah hewan menjijikan dan buruk. Allah berfirman:
ويحرم عليهم الخبائث(الاعرف:157)
Artinya:
“Dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS. Al A’raaf:157).
Dari ayat diatas sudah jelaslah segala sesuatu yang buruk itu haram hukumnya. Tidak terkecuali katak, hewan amphibi ini memiliki kulit yang berlendir sehingga terkesan menjijikan.
Pendapat ulama’ mengenai hukum katak juga berbeda-beda. Perbedaan itu juga memiliki dasar yang kuat. Pendapat yang mengatakan haram memakannya karna hewan yang dilarang itu haram dimakan. Rasulullah SAW melarang membunuh empat hewan yaitu: semut , lebah, burung hud-hud dan burung shurad. Dan telah disebutkan sebelumya pada hadist Abdurrahman bin Usman,”Seorang tabib menyebutkan obat-obatan di sisi Rosullullah SAW, dan dia menyebutkan bahwa katak dapat dijadikan obat. Oleh karna itu, Rasulullah Saw melarang membunuh katak.”
Kedua hadist tersebut menunjukkan larangan membunuh hewan-hewan semacam ini dan hewan tersebut haram disembelih dan haram dimakan. Namun berbeda dengan pendapat yang mengatakan halal memakan hewan-hewan semacam itu. Berdasarkan surat Al An’am yang bersifat umum tidak menyebutkan hewan-hewan tersebut. Mereka menerangkan kedua hadist yang dijadikan dalil oleh jumhur dalam mengharamkan adalah larangan membunuh hewan tersebut. Tidak menetapkan haram memakannya karna membunuh hewan ternak juga dilarang tetapi yetap halal memakannya.
Mengenai hukum hewan laut dan bangkainya yang halal, dari empat madzhab juga terdapat perbedaan pendapat,yaitu:
1. Pendapat Imam Maliki menghalalkan semua hewan laut dan bangkainya, baik yang hanya dapat hidup di laut dan di darat. Mereka mengemukakan dalil dengan firman Allah SWT:

احلّ لكم صيدالبحروطعامه
Artinya:
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut.” ( QS. Al-maidah. 96)
Dan sabda Nabi:
هوالطهوور ماؤه الحلّ ميتته
Artinya :
“Laut itu airnya mensucikan lagi halal bangkainya.”
Dalil-dalil di atas menerangkan halalnya semua hewan laut tanpa ada perbedaan antara yang hanya dapat hidup di laut dengan yang di laut dan di darat. Hadis kedua pun menunjukan bahwa halal semua daging bangkai hewan laut, sekalipun dapat hidup di laut dan di darat. Seandainya sebagain hewan laut itu halal dan sebagaian lainya haram atau terdapat perbedaan antara yang hanya dapat hidup di laut dengan yang dapat hidup di laut dan di darat, tentu Rosul menerangkanya. Demikian pula tidak ada perpedaan antara yang terlempar gelombang laut karna air surut atau yang mengapung di permukaan laut.
2. Pendapat madhab Hambali menghalalkan semua hewan dan bangkainya selain katak, buaya, dan ular. Mereka mengemukakan dalil dengan dalil-dalil yang telah di kemukakan oleh pendapat pertama. Hanya saja mereka mengatakan bahwa dalili ini mutlaq, tetapi katak, buaya dan ular di kecualikan . karna katak di larang di bunuh buaya suka memakan manuasia dan ular adalah hewan yang buruk .
Sebagaimana firman allah :
ويحرم عليهم الخبائث
Artinya:
“Dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. (QS. AL-a’rof: 157)
3. Pendapat Imam Syafi’i yakni menghalalkan semua hewan laut dan bangkainya kecuali katak dan sebagian dari mereka mengharamkan pula buaya. Mereka mengemukakan dalil dengan dalil-dalil yang telah di kemukakan oleh pendapat pertama dan kedua. Hanya saja mereka mengatakan sesungguhnya katak di larang di bunuh, sebagaimana yang telah di kemukakan. Sehingga katak tidak halal di makan .
4. Pendapat madhab Hanafi yakni hanya menghalalkan ikan adapun yang selain ikan adalah haram. Dalil dari as-sunah” sesungguhya nabi SAW di tanya tentang katak karna lemaknya dapat di jadikan obat, maka rosulullh melarang membunuh katak “ da diriwayatkan pula,:sesungguhya beliau di tanya tentang katak, maka beliau bersabda bahwa katak adalah salah satu yang buruk.“
Kemudian pendapat yang rajih mengenai hukum katak bahwa katak dilarang dijadikan obat, sebagaiman keterangan hadis nabi yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Ustman. Apabila katak dilarang dibunuh sebagai obat, maka yang lebih utama adalah larangannya memakannya.
Dari keterangan diatas sudah jelaslah bahwa katak hukmnya haram sebagaimana hadist nabi yang memasukkan katak dalam perkara yang buruk, sedangkan yang buruk itu haram. Dan juga hadis nabi yang melarang membunuh katak, hal ini menunjukkan bahwa katak haram dimakan.
Jadi makanan atau masakan apapun yang berbahan dasar katak atau kodok hukumnya haram, dan hukum memperjual belikannya pun dihukumi haram karena jual beli sesuatu yang haram itu tidak boleh dan dihukumi haram.

C. Ciri-Ciri Kepiting
Kepiting yang dalam bahasa arabnya adalahالسرطان )sarothon(, merupakan jenis binatang air yang dapat hidup didarat.
Kepiting mempunyai tubuh yang terdiri dari kepala dan dada yang tersusun menjadi satu dengan perut. Kulitnya tersusun dari zat kitin dan zat kapur yang berfungsi sebagai eksoskeleton. Pada bagaian kepala dan dada terdapat lapisan kulit yang keras yang disebut karapaks atau sering disebut cangkang. Hewan ini mempunyai dua pasang annntena dan lima pasang kaki jalan. Bernafas dengan insang atau permukaan tubuhnya dan sistem peredaran darahnya terbuka, darah tidak berwarna.
Kepitng berbeda dengan rajungan. Rajungan sudah barang tentu hidup dilaut, ia tidak tahan lama hidup didarat dan bentuknya lebih kurus cenderung pipih dan agak panjang dan cangkangnya rata serta kaki-kakinya panjang, warna tubuhnya cenderung keabu-abuan bertutul putih atau biru sesdangkan kepiting lebih banyak hidup didaerah bakau atau daeranh payau yang berlumpur. Memiliki bentuk yang seperti yuyu yang hidup disungai, cangkangnya cenderung bulat agak melengkung serta kakinya pendek.

D. Hukum Kepiting
Hukum mengetahui sekaligus mengkonsumsi makanan yang halal adalah fardlu ‘ain bagi setiap orang islam yang mukallaf. Maka untuk mengetahui makanan yang kita konsumsi itu halal atau haram setidaknya kita harus tahu asal muasal atau nas-nas yang memberi hukumnya, untuk menghindari hukum-hukum yang masih samar.
Sesungguhnya hukum-hukum mengenai ath’imah (makanan) itu disandarkan pada Al Quran, As Sunnah, Ijma’, Qias, dan Ijtihad. Sebagaimana firman Allah:
ويحلّ لهم الطّيّبات ويحرم عليهم الخبائث
Artinya:
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS. Al ‘Arof:157).
Sehingga sudah jelaslah makanan yang buruk adalah haram dan makanan yang baik adalah halal hukumnya. Begitu juga pada hewan-hewan yang dianggap buruk dagingnya maka haram hukumnya. Meskipun daging itu enak rasanya, tetap saja kita tidak boleh mengada-ada dengan menghalalkan yang haram. Yang terkadang menyama-nyamakan atau mengkiaskan hal yang haram menjadi halal.
Lalu bagaimana hukum kepiting sebenarnya, yang secara fisik hampir sama dengan rajungan. Kepiting yang dalam bahasa arabnya ini adalah sarathan ini merupakan hewan bercangkang yang habitatnya berada di daerah bakau atau berlumpur, yang terkadang hidup di air asin. Dalil yang menerangkan halalnya semua hewan laut tanpa ada perbedaan antara yang hanya hidup di laut dengan hewan yang hidup di laut dan di darat. Allah berfirman:
احلّ لكم صيدالبحروطعامه
Artinya:
“Dihalalkan bagimumu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut. (QS. Al-Maidah: 96)
Sebagaimana nas Al quran tersebut maka segala binatang yang berasal dari laut adalah halal termasuk kepiting. Meskipun kepiting dapat hidup di dua alam kecuali katak.
Perbedaan pendapat mengenai kepiting oleh ulama’ fiqih:
1. Imam Malik berpendapat bahwa halal semua hewan laut yakni yang hanya dapat hidup di laut. Adapun hewan-hewan yang dapat hidup di laut dan di darat, seperti ikan duyung dan anjing laut dimakruhkan oleh mereka. Hal itu berdasarkan firman Allah surat Al Maidah ayat 96, dan sabda nabi,”Laut itu airnya mensucikan lagi bangkainya halal.” Dan hal ini meliputi segala apa yang ada di laut.
2. Imam Syafi’i berpendapat bahwa halal semua yang ada di laut kecuali katak. Sebagian dari mereka menggabungkan buaya pada katak. Mengenai diharamkannya kura-kura, ular, dan hewan-hewan nas-nas, sebagaimana disebutkan oleh sebagian pendapat imam Syafi’i, Imam Nawawi alam kitab Majmu’nya menjelaskan tentang diharamkannya kura-kura, ular, dan hewan nas-nas yang berada di darat saja.
3. Imam Hambali berpendapat bahwa halal bangkai hewan yang berasal dari laut selain katak, buaya dan ular. Kemudian mereka mengatakan “Semua hewan laut yang dapat hidup di darat tidak halal tanpa disembelih, seperti kuda laut, kura-kura dan anjing laut. Kecuali hewan yang tidak berdarah seperti kepiting, halal tanpa disembelih karna hewan yang tidak berdarah tidak perlu di sembelih.”
4. Imam Hanafi berpendapat bahwa hewan-hewan laut yang halal hanya ikan dan juga disyaratkan bangkai ikan laut itu yang bukan mengapung di permukaan laut.
Tidak hanya pendapat dari empat madzhab saja, disebutkan dalam kitab Tahqiqul Hayawan di terangkan bahwa sarathan disebut juga Aqrabul mai yang dapat digolongkan hewan yang selamanya bisa hidup di daratan dan di laut, dan menurut imam Romli hewan yang termasuk dalam Aqrobul Mai dihukumi haram karena Lihtibastihi wa dlororihi. Begitu juga Imam Nawawi yang menjelaskan dalam kitab Rhoudhoh dan Aslhinya dan dari pendapat-pendapat tersebut adalah qoul yang mu’tamad (dapat di pertanggung jawabkan).
Kemudian dalam buku Risalatul hayawan dijelaskan bahwa binatang yang hidup di daratan dan bisa hidup di dalam air(jenis amphibi) seperti katak, buaya, ular, penyu, kepiting, kura-kura, dan lain-lain. Menurut ulama’ Arab daging dari jenis binatang yang bisa hidup di darat dan laut itu tidak baik(enak) untuk di makan, maka hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah:
ويحرم عليهم الخبائث
Artinya:
“Dan mengharamkan Allah kepada mereka segala yang buruk(keji).” (QS. Al A’rof: 157)
Namun perbedaan pendapat mengenai hukum kepiting diharamkan karna khobits atau jijik perlu dikaji lebih dalam. Karna jijik di sini bukan dalil yang tegas dalam mengharamkan sesuatu. Kecuali katak yang memang sudah tegas diharamkan karna tidak boleh dibunuh.
Ibnu Qudamah dalam Al Mugni menyatakan,”Setiap hewan air yang bisa hidup di daratan, maka tidak halal kecuali dengan disembelih.”Contohnya adalah burung air, kura-kura, dan anjing laut, kecuali jika hewan tersebut tidak memiliki saluran darah seperti kepiting. Kepiting itu dihalalkan walaupun dengan cara penyembelihan. Imam Ahmad pernah ditanya,
السّرطان لماباء س به قيل له:يذبح؟قال لما
Artinya:
“Kepiting itu tidak mengapa di makan, lantas bagaimana ia disembelih? Imam Ahmad menjawab,”Tidak perlu disembelih.”
Demikian karna memang penyembelihan itu berlaku bagi hewan yang mengeluarkan darah.Dagingnya bisa jadi halal dengan cara mengeluarkan darah dari tubuhnya. Hewan yang tidak ada mengalir darah dalam tubuhnya tidak butuh untuk disembelih. Artinya kepiting disembelih di daerah manapun yang membuatnya mati tetap membuatnya halal.
Dari keterangan-keterangan di atas dapat dianalisa bahwa kepiting merupakan hewan amphbi yang dapat hidup di dua alam. Jika dirujuk pada hukum ashlnya bahwa كل ما في البحر حلا ل yakni semua hewan yang hidupnya dilaut hukumnya halal dimakan, maka hukum kepiting halal dimakan karna kepiting juga termasuk hewan air. Namun jika merujuk pada kitab Tahqiqul Hayawan, Ar Roudloh dn Ashlnya yang memasukkan sarothon ke dalam Aqrobul Mai, menurut imam Romli dan Imam Nawawi dihukumi haram. Dan diperkuat keterangan dari kitab Risalatul hayawan bahwa hewan yang hidup di dua alam itu tidak baik untuk dimakan dan di hukumi haram. Sebagaimana firman Allah yang mengharamkan kepada mereka segala yang buruk. Dan berbeda pula menurut ibnu Qudamah yang menyatakan bahwa setiap hewan air yang dapat hidup di darat maka tidak halal kecuali dengan disembelih. Dan hukum kepiting karna bukan hewan yang memiliki saluran darah maka tidak perlu disembelih dan dihukumi halal.
Dari analisa diatas dapat dsimpulkan bahwa hukum memakan kepiting masih hilf, karna perbedaan pendapat antara halal dan haram sama-sama memiliki dasar hukum yang kuat.

IV. KESIMPULAN
Allah telah menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini baik benda hidup atau mati hukumnya halal atau mubah, kecuali yang sudah dinashkan dalam al quran dan as sunnah itu haram maka hukumnya haram. Dengan petunjuk yang jelas dari nash itulah kita dapat mengetahui mana yang halal dan yang haram.
Katak dan kepiting merupakan hewan amphibi yang dapat hidup di dua alam Diterangkan hukum katak pada hadist Abdurrahman bin Usman diatas sudah jelaslah bahwa hukum katak adalah haram.Karna nabi telah melarangnya. Dan hewan yang dilarang dibunuh hukumnya haram. Bukan hanya katak diharamkan karena dilarang untuk dibunuh, juga karna orang orab berpendapat bahwa katak adalah hewan menjijikan dan buruk. Jadi makanan atau masakan apapun yang berbahan dasar katak atau kodok hukumnya haram dan hukum memperjual belikannya pun dihukumi haram karena jual beli sesuatu yang haram itu tidak boleh dan dihukumi haram.
Kemudian mengenai hukum kepiting dari analisa yang telah dijabarkan dapat dsimpulkan bahwa hukum memakan kepiting masih hilf, karna perbedaan pendapat antara halal dan haram sama-sama memiliki dasar hukum yang kuat.

V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya buat, sebagai manusia biasa saya menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangatsayai harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Abu Sari muhammad Ibnu, Hukum Makanan dan Sembelihan dalam Pandangan Islam, (Bandung:Trigenda Karya,1997), Cet.I
Khoir, M.masykur , Risalah Hayawan,(Kediri:ADPRO Offset, 2003) Cet.II
Rahman,A, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, (Jakarta:PT.Raja GrafindoPersada. 2002), Cet.I
Sudjaji,Bagod dan Siti Laila, BIologi I, (,2007) Cet.I
http://www.rumisho.com, Muhammad Abduh Tuasikal

Satu tanggapan »

  1. Mohon di periksa kembali pernyataan kepiting adalah hewan amfibi yg hidup di dua alam, kepiting bukan hewan amfibi, dia bernafas dengan insang dan menyimpan air di insang tersebut untuk bertahan di darat untuk sementara waktu.

Tinggalkan komentar