SEJARAH PERGERAKAN KELOMPOK TERORIS DI INDONESIA

Standar

SEJARAH PERGERAKAN KELOMPOK TERORIS DI INDONESIA

 

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Sejarah Islam Indonesia

Dosen Pengampu : Rikza Chamami, M. Si

 

 


 

 

Disusun Oleh:

Amri Khan              (103111109)

Nur Hidayati              (103111086)

Nur Intan                   (103111087)

Nur Avivudin  `         (103111088)

Nur Rochmah            (103111089)

 

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2012

SEJARAH PERGERAKAN KELOMPOK TERORIS DI INDONESIA

  1. I.         PENDAHULUAN

Terorisme mungkin merupakan kosa kata yang artinya sulit didefinisikan secara lebih adil. Pada konteks hukum, terorisme diartikan sebagai tindak pidana yang ditujukan terhadap negara dan dimaksudkan atau diperhitungkan untuk menciptakan suatu keadaan teror dalam pikiran tertentu atau masyarakat umum.

Terorisme sebuah fenomena yang mengganggu. Aksi terorisme seringkali melibatkan beberapa negara. Sponsor internasional yang sesungguhnya adalah negara besar. Harus dipahami bahwa terorisme sekarang telah mendunia dan tidak memandang garis perbatasan internasional.

Pandangan tersebut menjadi sulit terbantahkan tatkala Indonesia juga dilanda aksi kekerasan berbentuk peledakan Bom seperti tragedi Bali dan hotel Marriot Jakarta. Kasus di Bali dan Jakarta ini terasa menyulitkan Indonesia untuk menolak atau setidaknya berapologi kalau negeri ini steril dari aksi teroris.

Maka, dalam konteks ketimpangan dan ketidakadilan global ini, kita bisa bertanya-tanya, bagaimana semangat jihad itu akan mengarah pada daf’u dhararan ma’shumin, yang lebih bersifat sosial kemanusiaan, kalau ternyata pasangan kembar neo-liberalisme dan perang melawan teror masih tetap menghendaki jihad itu dalam arti terorisme. Maka pada saat itu pula supremasi AS kian dikukuhkan.

Didalam makalah ini kami akan mencoba memaparkan mengenai pergerakan teroris dan hal-hal yang berkaitan dengan teroris.

 

  1. II.      RUMUSAN MASALAH
  2. A.  Apa Pengertian Teroris Itu?
  3. B.   Bagaimana Sejarah Pergerakan Kelompok Teroris di Indonesia?
  4. C.  Apa Faktor-Faktor Terjadinya Teroris Di Indonesia?
  5. D.  Bagaiamana Upaya Pencegahan Teroris?

 

  1. III.   PEMBAHASAN
    1. Mengenal Teroris
      1. Pengertian Teroris

Kata teror berasal dari bahasa latin terrere yang kurang lebih diartikan sebagai kegiatan atau tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan. Penggunaan kata terorisme bermula pada masa Revolusi Perancis, sekitar tahun 1794 juga dikenal kata “le terreur” ini pada awalnya dipergunakan untuk menyebut tindak kekerasan yang dilakukan rezim hasil Revolusi Perancis terhadap para pembangkang yang diposisikan sebagai musuh negara.

Menurut ensiklopedia Indonesia tahun 2000, terorisme adalah kekerasan atau ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan. RAND Corporation, sebuah lembaga penelitian dan pengembangan swasta terkemuka di AS, melalui sejumlah penelitian dan pengkajian menyimpulkan bahwa setiap tindakan kaum teroris adalah tindakan kriminal.

Menurut Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), terorisme adalah perbuatan-perbuatan yang membahayakan jiwa manusia yang tidak berdosa, atau menghancurkan kebebasan asasi, atau melanggar kehormatan manusia.

Menurut peraturan Internasional, terorisme adalah sejumlah perbuatan yang dilarang oleh peraturan-peraturan kenegaraan pada kebanyakan negara.

Dalam kesepakatan bangsa-bangsa Arab menghadapi terorisme, dikatakan bahwa “Terorisme adalah setiap perbuatan berupa aksi-aksi kekerasan atau memberi ancaman dengannya, apapun pemicu dan maksudnya. Aplikasinya terjadi pada suatu kegiatan dosa secara individu maupun kelompok, dengan target melemparkan ketakutan ditengah manusia, atau membuat mereka takut, atau memberikan bahaya pada kehidupan,  atau kebebasan atau keamanan mereka atau melekatkan bahaya pada suatu lingkungan, fasilitas, maupun kepemilikan (umum atau khusus) atau menduduki atau menguasainya atau memberikan bahaya pada salah satu sumber daya/aset negara.[1]

Demikian beberapa definisi terorisme, dan masih banyak lagi definisi yang tidak perlu disebutrkan disini karena kebanyakan definisi tersebut hanya memberikan batasan sesuai dengan tujuan dan kemaslahatan untuk pihak tertentu saja.

  1. Bentuk-bentuk Terorisme

Kejadian-kejadian dan aksi-aksi terorisme yang tengah menimpa manusia sangatlah banyak dan beraneka ragam, sesuai dengan kondisi dan keadaan yang diharapkan oleh para pelakunya guna meraih sasaran dan target mereka.

Bentuk-bentuk terorisme jika dilihat dari sudut pandang pelakunya ada beberapa bentuk diantaranya:

  1. Terorisme Fisik, yaitu peristiwa-peristiwa yang sekarang menjadi puncak sorotan perhatian manusia: peledakan, pengeboman, penculikan, aksi bom bunuh diri, pembajakan dan seterusnya.
  2. Terorisme Ideologi (pemikiran/pemahaman). Terorisme jenis ini jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan terorisme fisik, sebab segala jenis terorisme fisik yang terjadi bersumber dari dorongan ideologi para pelakunya, baik dari kalangan orang-orang kafir yang merupakan sumber terorisme di muka bumi ini maupun dari kalangan kaum muslimin yang pemikirannya telah menyimpang dari jalan Islam yang benar.[2]
  3. Karakteristik / Ciri Terorisme

Menurut Luodewijk F. Paulus karakteristik terorisme ditinjau dari empat macam pengelompokan yang terdiri dari:

Pertama, karakteristik Organisasai yang meliputi: organisasi, rekrutmen, pendanaan dan hubungan Internasional.

Kedua, karakteristik Operasi yang meliputi: perencanaan, waktu, taktik dan kolusi.

Ketiga, karakteristik perilaku yang meliputi: motivasi, dedikasi, disiplin, keinginan membunuh dan keinginan menyerah hidup-hidup.

Keempat, karakteristik sumber daya yang meliputi : latihan/kemampuan, pengalaman perorangan di bidang teknologi, persenjataan, perlengkapan dan transportasi. Motif Terorisme, teroris terinspirasi oleh motif yang berbeda. Motif terorisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: rasional, psikologi dan budaya.[3]

  1. Sejarah Pergerakan Kelompok Teroris di Indonesia

Berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan munculnya Soeharto dalam puncak kepemimpinan nasional sejak tahun 1966 telah menumbuhkan harapan besar dibanyak kalangan politisi muslim. Sepak terjang Soeharto di awal kekuasaannya telah memberikan kesan yang baik dan bersahabat bagi kelompok Islam yang kemudian semakin memperkuat optimisme bahwa rezim baru ini bakal memberikan posisi yang lebih penting bagi kiprah kelompok Islam dipentas nasional. Kesan baik itu diantaranya membebaskan para politisi muslim yang dijebloskan kepenjara.

Tuntutan dari kelompok islam semakin gencar disampaikan. Desakan-desakan terus dilancarkan sampai kepada aspirasi-aspirasi yang sangat fundamental-ideologis, salah satunya adalah dimajukannya tuntutan bagi pemberlakuan kembali Piagam Jakarta. Apabila tuntutan itu diluluskan maka konsekuensinya syariat Islam semakin menduduki posisi yang khas dan kukuh dalam prinsip kenegaraan. Beberapa kelompok muslim di dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementar (MPRS) yang berlangsung tahun 1968, yang terutama di motori oleh para politisi Nahdlatul Ulama (NU) dan Partai Muslim Indonesia, terus menggelindingkan usaha tersebut tidak diluluskan oleh pemerintahan baru tersebut.[4]

Sebagai konsekuensi logis karena tidak adanya titik temu diantara kebijakan-kebijakan pemerintah yang menegaskan saham antara kewenangan negara dan agama, serta harapan sebagian orang untuk “mengislamkan” negara adalah timbulnya beberapa kontrofersi diantara kedua belah pihak. Pertarungan antara negara dan kelompok Islam yang dianggap radikal ini secara terus-menerus mewarnai belantika kepolitikan di indonesia mulai pertengahan tahun 1970-an hingga awal 1980-an.

Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan pemerintah, setidaknya tercatat ada lima gerakan besar teror yang dilakukan kelompok Islam yang muncul mulai pertengahan tahun 1970-an hingga awal 1980-an. Lima gerakan yang dianggap telah melakukan teror-teror tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, teror yang dilakukan oleh kelompok Haji Ismail Pranoto yang menamakan dirinya sebagai Komando Jihad. Gerakan Ismail Pranoto  yang dituduh telah melakukan beberapa aksi peledakan tempat-tempat peribadatan ini terjadi pada sekitar tahun 1976. Kedua, kegiatan yang dilakukan oleh kelompok Hassan Tiro yang menamakan diri sebagai Front Pembebasan Muslim Indonesia, yang berlangsung mulai tahun 1977. Ketiga, gerakan kelompok yang dipimpin Abdul Qadir Djaelani yang menyatakan dirinya sebagai penganut “Pola Perjuangan Revolusioner Islam”, tahun 1978. Keempat, teror yang dilakukan oleh Kelompok Warman yang juga menamakan diri sebagai Komando Jihad, yang berlangsung tahun 1978, 1979, dan 1980. Kelima, tindakan teror yang dilakukan oleh kelompok Imran, yang menamakan dirinya sebagai “Dewan Revolusioner Islam Indonesia” yang berlangsung tahun 1980-1981.[5]

Hal tersebut membuktikan bahwa reformasi politik di Indonesia sebenarnya telah memberi kontribusi lahirnya kelompok-kelompok Islam yang cukup fundamentalis dan bahkan ada yang radikal. Kemunculan kelompok atau gerakan Islam dengan karakter ini sebab situasi kebebasan dan keleluasaan yang diberikan oleh reformasi baik dalam aspirasi dan ekspresi. Kenyataannya perguruan tinggi dan pesantren sebagai lembaga pendidikan turut menjadi sasaran terorisme dalam mengembangkan ideologinya.

  1. Faktor-faktor Terjadinya Teroris Di Indonesia

Menurut sebagian besar aktifis yang tergabung dalam kelompok Tanzim al-Qaidah di Aceh, faktor-faktor pendorong terbentuknya radikalisme dan terorisme di Indonesia bukanlah semata-mata untuk kepentingan individu. Sebab, apabila dimotivasi untuk kepentingan individu, maka semestinya hal tersebut apa yang dilakukannya dan tindakannya tidak menyakitkan baik itu diri sendiri maupun orang lain.

Adapun faktor-faktor yang mendorong terbentuknya terorisme:

  1. Faktor Ekonomi

Kita dapat menarik kesimpulan bahwa faktor ekonomi merupakan motif utama bagi para terorisme dalam menjalankan misi mereka. Keadaan yang semakin tidak menentu dan kehidupan sehari-hari yang membikin resah orang untuk melakukan apa saja. Dengan seperti ini pemerintah harus bekerja keras untuk merumuskan rehabilitasi masyarakatnya. Kemiskinan membuat orang gerah untuk berbuat yang tidak selayaknya diperbuat seperti; membunuh, mengancam orang, bunuh diri, dan sebagainya.

  1. Faktor Sosial

Orang-orang yang mempunyai pikiran keras di mana di situ terdapat suatu kelompok garis keras yang bersatu mendirikan Tanzim al-Qaidah Aceh. Dalam keseharian hidup yang kita jalani terdapat pranata social yang membentuk pribadi kita menjadi sama. Situasi ini sangat menentukan kepribadian seseorang dalam melakukan setiap kegiatan yang dilakukan. Sistem social yang dibentuk oleh kelompok radikal atau garis keras membuat semua orang yang mempunyai tujuan sama dengannya bisa mudah berkomunikasi dan bergabung dalam garis keras atau radikal.

  1. Faktor Ideologi

Faktor ini yang menjadikan seseorang yakin dengan apa yang diperbuatnya. Perbuatan yang mereka lakukan berdasarkan dengan apa yang sudah disepakati dari awal dalam perjanjiannya. Dalam setiap kelompok mempunyai misi dan visi masing-masing yang tidak terlepas dengan ideologinya. Dalam hal ini terorisme yang ada di Indonesia dengan keyakinannya yang berdasarkan Jihad yang mereka miliki.[6]

Selain tiga faktor diatas menurut pandangan yang kritis dari Crenshaw, paling tidak terdapat tiga kategori teoritis yang menjelaskan sebab-sebab terjadinya terorisme: strutural, psikologis dan pilihan rasional. Secara umum, teori-teori struktural mencoba mencari penjelasan sebab-sebab terjadinya terorisme melalui konteks lingkungan, politik, sosial dan struktur ekonomi suatu masyarakat. Teori-teori psikologis secara spesifik, mencoba menjawab pertanyaan mengapa individu-individu itu tertarik bergabung dengan organisasi teroris dan perilaku teroris lainnya yang merupakan akumulasi dari perilaku individul. Terakhir, teori-teori pilihan rasional mencoba menjelaskan partisipasi di dalam organisasi teroris dan pilihan menempuh jalan terorisme melalui penjelasan kalkulasi untung rugi.[7]

  1. Bagaimana Upaya Pencegahan Terorisme

Menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1, Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan ke dalam Tindak Pidana Terorisme, diatur dalam ketentuan pada Bab III (Tindak Pidana Terorisme), Pasal 6, 7, bahwa setiap orang dipidana karena melakukan Tindak Pidana Terorisme, jika:

  1. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 6).
  2. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 7).

Dan seseorang juga dianggap melakukan Tindak Pidana Terorisme, berdasarkan ketentuan pasal 8, 9, 10, 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dari banyak definisi yang dikemukakan oleh banyak pihak, yang menjadi ciri dari suatu Tindak Pidana Terorisme adalah:

  1. Adanya rencana untuk melaksanakan tindakan tersebut.
  2. Dilakukan oleh suatu kelompok tertentu.
  3. Menggunakan kekerasan.
  4. Mengambil korban dari masyarakat sipil, dengan maksud mengintimidasi pemerintah.
  5. Dilakukan untuk mencapai pemenuhan atas tujuan tertentu dari pelaku, yang dapat berupa motif sosial, politik ataupun agama.[8]

Oleh karena itu perang terhadap terorisme harus ditegakkan melalui dua perkara:

Perang secara fisik. Tentunya hal ini adalah tugas pihak yang berwenang. Selain itu, merupakan kewajiban atas kaum muslimin yang mengetahui keberadaan para teroris tersebut untuk bekerjasama dengan pihak yang berwenang dalam rangka tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, serta sebagai upaya untuk menjaga keamanan manusia.

Perang secara ideologi, yaitu dengan menjelaskan segala pemikiran menyimpang dan menyempal dan tuntutan yang benar. Sebab, ideologi-ideologi tersebut merupakan cikal bakal kemunculan teror fisik dan apabila tidak diberantas akan senantiasa menjadi ancaman serius pada masa mendatang.[9]

  1. IV.        KESIMPULAN

Terorisme adalah kekerasan atau ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan.

Bentuk-bentuk terorisme ada dua yaitu: terorisme fisik Terorisme Ideologi (pemikiran/pemahaman).

Sedangkan karakteristik/ciri-ciri terorisme ada empat yaitu:  karakteristik organisasi, karakteristik operasi, karakteristik perilaku, karakteristik sumber daya.imulia sejak masa Orde Baru

Sejarah pergerakan munculnya terorisme dimulai sejak berakhirnya masa Orde Lama dan munculnya Soeharto yang memberikan angin segar kepada tokoh-tokoh Islam yang mempunyai keinginan untuk merubah negara Indonesia menjadi negara Islam. Namun usaha mereka tidak pernah disetujui oleh pemerintahan pada waktu itu sehingga menimbulkan berbagai aksi teror akibat dari tidak adanya titik temu diantara kebijakan-kebijakan pemerintah yang menegaskan saham antara kewenangan negara dan agama, serta harapan sebagian orang untuk “mengislamkan” negara.

Adapun faktor-faktor yang mendorong terbentuknya terorisme:

  1. Faktor ekonomi
  2. Faktor sosial
  3. Faktor Ideologi

Selain tiga faktor diatas menurut pandangan yang kritis dari Crenshaw, paling tidak terdapat tiga kategori teoritis yang menjelaskan sebab-sebab terjadinya terorisme: strutural, psikologis dan pilihan rasional.

Usaha Pemerintah Dalam Membasmi Teroris, Menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1, Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan ke dalam Tindak Pidana Terorisme, diatur dalam ketentuan pada Bab III (Tindak Pidana Terorisme), Pasal 6,7, bahwa setiap orang dipidana karena melakukan Tindak Pidana Terorisme.

Perang terhadap terorisme harus ditegakkan melalui dua perkara: perang secara fisik dan perang secara ideologi.

  1. V.       PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Asraf, Muhammad, Islam Lunak Islam Radikal, (Surabaya: Pusat Studi Demokrasi dan HAM, 2003), hlm, 18

Mubarak, M Zaki, Geneologi Islam Radikal Di Indonesia, (Jakarta : Pustaka LP3ES, 2008 ), hlm, 60-61

Sunusi, Zulkarnain M, Antara Jihad dan Terorisme, (Makassar : Pustaka As-Sunnah, 2011), cet. III

Wahid, Abdul , Kejahatan Terorisme, (Bandung: PT Refika Aditama, 2004), hlm. 33

http://mooza-alkaz.blogspot.com/2012/03/makalah-terorisme-di-indonesia.html

http://bgazacha.blogspot.com/2012/06/dampak-terorisme-terhadap-pertahanan.html

 

 


[1]Zulkarnain M. Sunusi, Antara Jihad dan Terorisme, (Makassar : Pustaka As-Sunnah, 2011), cet. III, hlm. 125-126

[2]Ibid, hlm. 132-133

[3]Abdul Wahid, Kejahatan Terorisme, (Bandung: PT Refika Aditama, 2004), hlm. 33

[4]M Zaki Mubarak, Geneologi Islam Radikal Di Indonesia, (Jakarta : Pustaka LP3ES, 2008 ), hlm, 60-61

[5]Ibid, hlm, 66-67

[7]Muhammad Asraf, Islam Lunak Islam Radikal, (Surabaya: Pusat Studi Demokrasi dan HAM, 2003), hlm, 18

[9] Zulkarnain M. Sunusi, Op. Cit, 133-134

Tinggalkan komentar