KONDISI SOSIAL UMAT ISLAM DIMASA UTSMAN BIN AFFAN

Standar

KONDISI SOSIAL UMAT ISLAM DIMASA UTSMAN BIN AFFAN

 

MAKALAH

 

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu: Drs. Mat Sholihin, M.Ag

 

 

 

 

 

Disusun oleh:

Muhammad Amik Fahmi                             (103111067)

Muhammad Khoirul Anam                          (103111068)

Amri Khan                                                     (103111109)

 

 

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2011

KONDISI SOSIAL UMAT ISLAM DIMASA UTSMAN BIN AFFAN

 

  1. I.            PENDAHULUAN

Daulat al-Khulafa’ ar-Rasyidin yang berkedudukan di Madinah al-Munawarah itu, Cuma berkuasa selama 30 tahun menurut kalender Hijriyah ataupun 29 tahun menurut  kalender Masehi. Akan tetapi masa pemerintahan yang amat singkat itu sangat menentukan sekali bagi kelanjutan agama Islam dan bagi perkembangan kekuatan agama Islam.

Daulat itu bermakna dinasti, yakni kekuasaan para penguasa tertinggi yang garis kebijaksanaannya bersamaan ataupun kekuasaannya berdasarkan warisan dari satu keturunan. Daulat disebut juga dinasti, hanya saja di dalam daulat al-Khulafa’ ar-Rasyidin para pejabat kekuasaan tertinggi dipilih dan diangkat berdasarkan permufakatan dan persetujuan masyarakat Islam dewasa itu, sedangkan garis kebijaksanaan yang di jalankan dapat dikatakan bersamaan.

Utsman bin Affan satu dari empat al-Khulafa’ ar-Rasyidin. Ia sangat kaya tetapi berlaku sederhana, dan sebagian besar kekayaannya digunakan untuk kepentingan Islam. Setelah melalui persaingan ketat dengan Ali bin Abi Thalib, tim formatur yang dibentuk oleh Umar bin Khattab akhirnya memberi mandat kekhalifahan kepada Utsman bin Affan.  Masa pemerintahannya adalah yang terpanjang dari semua khalifah di zaman al-Khulafa’ ar-Rasyidin yaitu  12 tahun.

Untuk itu pada makalah ini akan sedikit dipaparkan mengenai biografi, masa kekhalifahan, kondisi sosial umat Islam dan akhir riwayat  Utsman bin Affan.

  1. II.            RUMUSAN MASALAH
  2. Sekilas Tentang Utsman bin Affan
  3. Masa Kekhalifahan Utsman bin Affan
  4. Keadaan Sosial Pada Masa Utsman bin Affan
  5. Akhir Riwayat  Utsman bin Affan
  1. III.            PEMBAHASAN
    1. A.  Sekilas Tentang Utsman bin Affan

Dia bernama Utsman bin Affan bin Al-‘Ash bin Umayyah, bin Abdus Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib, Al-Qurasyi Al-Umawi Al-Makki Al-Madani, Abu ‘Amr. Selain dikenal dengan Abu ‘Amr dia juga dipanggil Abu Abdullah dan Abu Laila. Dia dilahirkan pada tahun keenam tahun Gajah.[1]

Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar, sesudah islamnya Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haristah. Jadi beliau adalah sahabat besar dan utama, serta termasuk pula golongan As-Sabiqun Al-Awwalin, yaitu orang-orang yang terdahulu masuk Islam dan beriman. Beliau adalah seorang pedagang kain yang kaya raya, kekayaan ini beliau belanjakan guna mendapatkan keridhaan Allah, yaitu untuk pembangunan umat dan ketinggian Islam. Beliau memiliki kekayaan ternak lebih banyak dari pada orang arab lainnya. Ketika kaum kafir Qurays melakukan penyiksaan terhadap umat islam, maka Utsman bin Affan diperintahkan untuk hijrah kesana ikut juga bersama beliau pada waktu itu sahabat Abu Khudzaifah, Zubir bin Awwam, Abdurrahman bin Auf dan lain-lain. Setelah itu datanglah pula perintah Nabi SAW supaya beliau hijrah ke Madinah. Maka dengan tidak berfikir panjang lagi beliau tinggalkan harta kekayaan, usaha dagang dan rumah tangga guna memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya. Beliau hijrah bersama-sama dengan kaum Muhajirin lainnya.

Utsman bin Affan adalah seorang yang berjiwa sosial tinggi, dermawan dan pemurah. Beliau sama sekali tidak segan-segan mengeluarkan kekayaannya untuk kepentingan agama dan masyarakat umum. Sebagai contoh, Utsman bin Affan membeli sumur yang jernih airnya dari seorang yahudi seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah Kg emas pada waktu itu. Air sumur yang  ternyata tidak pernah kering itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Selain itu Utsman bin Affan juga memperluas masjid Madinah dan membeli tanah di sekitarnya.[2]

Sedikit menyinggung mengenai perawakan Utsman bin Affan yaitu beliau ketika dibaiat pada umur 70 tahun, berperawakan sedang, tidak tinggi dan tidak pendek, wajahnya tampan, berkulit cerah dengan warna sawo matang dan terdapat sedikit bekas cacar. Janggutnya lebat dengan tulang-tulang persendian yang besar dan kedua bahunya yang bidang, kepala botak setelah sebelumnya berambut lebat. Giginya dilapisi emas dan cincin di jari kakinya. Ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus dan baju bermutu tinggi, karena beliau memang orang kaya dan hidupnya serba nyaman.

Sifat dan perangai Utsman bin Affan yaitu beliau sangat pemalu. Rasa malunya bertambah pada waktu ia dilihat orang. Salah seorang pembantu istrinya yang bernama Bananah, kalau ia datang membawakan bajunya, ketika ia habis  mandi, beliau berkata: “Jangan melihat kepada saya, tidak boleh.” Sifat pemalunya itu membuat orang lain juga jadi malu kepadanya.[3]

Di waktu Rasulullah mengerahkan “Jaisyul ‘Usrah” Ustman mendermakan 950 ekor unta, 59 ekor kuda dan seribu dinar untuk keperluan laskar. Beliau termasuk sahabat yang telah diberi kabar gembira oleh Rasulullah akan masuk surga. Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “tiap-tiap nabi mempunyai teman, temanku di surga adalah Utsman.”

Oleh karena pertalian beliau amat akrab dengan Rasulullah, maka Rasulullah mengawinkannya dengan puterinya yang bernama Ruqaiyah. Setelah Ruqaiyah meninggal di waktu peperangan Badar, maka nabi mengawinkannya lagi dengan puterinya yang kedua yaitu Ummu Kultsum. Oleh karena itu Utsman terkenal dengan nama julukan “Dzun Nur’ain” (yang mempunyai dua cahaya). Ummu Kultsum meninggal pula pada tahun 9H. Setelah itu Rasulullah berkata pada Utsman: “Andai kata ada puteri kami yang ketiga, tentu akan kami kawinkan pula dengan engkau.”[4]

  1. B.  Masa Kekhalifahan Utsman bin Affan

Seperti halnya Umar bin Khattab, Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah melalui proses pemilihan. Bedanya, Umar dipilih atas penunjukan langsung sedangkan Utsman di angkat atas penunjukan tidak langsung, yaitu melewati badan Syura yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya. Khalifah Umar membentuk sebuah komisi yang terdiri dari enam calon, dengan perintah memilih salah seorang dari mereka untuk diangkat menjadi khalifah baru. Tiga hari Setelah Umar bin Khattab wafat, bersidanglah mereka yang akhirnya mengangkat Utsman bin Affan menjadi khalifah yang ketiga. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram tahun 24H. Pengumuman dilakukan setelah selesai shalat di masjid Madinah.

Masa pemerintahannya adalah yang terpanjang dari semua khalifah di zaman para Khalifah Rasyidah, yaitu 12 tahun, tetapi sejarah mencatat tidak seluruh masa kekuasaannya menjadi saat yang baik dan sukses baginya. Para penulis sejarah membagi zaman pemerintahan Utsman menjadi dua periode, yaitu enam tahun pertama merupakan masa kejayaan pemerintahannya dan enam tahun terakhir merupakan masa pemerintahan yang buruk.

Pada masa-masa awal pemerintahannya Utsman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan islam. Daerah-daerah strategis yang sudah dikuasai islam seperti Mesir dan Irak terus dilindungi dan dikembangkan dengan melakukan serangkaian ekspedisi militer yang terencanakan secara cermat di semua front. Di Mesir pasukan muslim diinstruksikan untuk memasuki Afrika Utara. Salah satu pertempuran penting di sini adalah “Zatis Sawari” yang terjadi di laut tengah dekat kota iskandariyah, antara tentara Romawi di bawah pimpinan kaisar Constantin dengan laskar Muslim pimpinan Abdullah bin Abi Sarah.

Setelah melewati saat-saat gemilang, pada paruh terakhir masa kekuasaaannya, khalifah Utsman menghadapi berbagai pemberontakan dan pembangkangan di dalam negri yang dilakukan oleh orang-orang yang kecewa terhadap tabiat khalifah dan beberapa kebijaksanaan pemerintahannya. Akan tetapi, sebenarnya kekacauan itu sudah dimulai sejak pertama tokoh ini terpilih menjadi khalifah.[5]

  1. C.  Keadaan Sosial Pada Masa Utsman bin Affan

Seorang tokoh yahudi yang mendengki terhadap Islam dan berpura-pura masuk Islam bernama Abdullah bin Saba’ sangat memainkan perannya sehingga timbul fitnah di masa-masa kekhilafahan Utsman ra. Provokator ini berhasil memfitnah Utsman dengan fitnah-fitnah yang keji dan berhasil pula menghasut orang-orang berwatak keras yang belum mantap imannya, minim ilmu, fanatik terhadap suatu pendapat, serta berlebih-lebihan dalam agama, yaitu orang-orang khawarij, untuk berkonspirsi kepada seorang sahabat utama Utsman yang telah di jamin masuk surga. Hal ini didukung oleh perubahan sosial di masyarakat Islam ketika itu dengan adanya orang-orang yang masuk Islam saat perluasan wilayah, namun tidak seiring dengan pemahaman yang benar tentang Islam itu sendiri kepada mereka.

Berikut beberapa tuduhan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab kepada Utsman bin Affan:

  1. Nepotisme, bahwa Utsman dituduh mengganti tokoh-tokoh sahabat dengan keluarganya yang derajatnya lebih rendah.
  2. Tuduhan bahwa Utsman banyak memberi kepada kerabatnya.
  3. Tuduhan bahwa Utsman mengusir Abu Dzar.[6]

Dalam sejarah, Utsman sering dikatakan sebagai khalifah yang nepotisme. Hal ini didasarkan pada orang-orang dekat dari keluarga Utsman yang diangkat menjadi pejabat penting. Kendatipun demikian, M.A. Shaban memberikan penilaian yang lain. Masa pemerintahan Utsman, wilayah kekuasaan Islam sudah bertambah luas. Oleh karena itu Utsman perlu mengangkat orang-orang yang dapat dipercaya dan setia terhadap pemerintahan pusat. Selaku tokoh dari kelompok suku yang besar, tidak ada yang dinilainya lebih wajar dari pada menunjuk dan mengangkat kerabat sendiri sebagai gubernur-gubernur.[7]

Kelemahan dan nepotisme telah membawa Khalifah Utsman ke puncak kebencian rakyat, yang pada beberapa waktu kemudian menjadi pertikaian yang mengerikan di kalangan umat Islam. Selanjutnya Ketika Utsman mengangkat Marwan bin Hakam menjadi sekretaris utamanya, segera timbul mosi tidak percaya dari rakyat. Begitu pula penempatan Muawiyah, Walid bin Uqbah dan Abdullh bin Sa’ad masing-masing sebagai gubernur Suriah, Irak dan Mesir, sangat tidak sukai oleh umum.[8]

Banyak kaum muslimin yang telah meninggalkan Utsman, hilanglah kawan-kawannya dan orang-orang tempat ia menumpahkan kepercayaan, kecuali kaum kerabatnya. Rakyat di daerah-daerah banyak yang mengeluh, karena kesewenang-wenangan yang dijalankan pembesar-pembesar pemerintah turunan Umaiyah. Tetapi keluhan rakyat ini tak sampai kepada khalifah. Atau mungkin pembantu-pembantu khalifah yang terdiri dari orang-orang Umaiyah sengaja memandang enteng saja keluhan rakyat ini.

Utsman semakin mempercayakan segala sesuatunya kepada famili dan kaum kerabatnya. Akhirnya mereka membulati segala kekuasaan di tangan mereka. Dengan tangan besi mereka melakukan sewenang-wenang, menggencet dan menjatuhkan hukuman yang berat-berat kepada orang-orang yang mereka curigai. Mereka buat suatu komplotan untuk  memukul lawan-lawan politik yang tak sepaham dengan mereka.[9]

  1. D.  Akhir Riwayat  Utsman bin Affan

Pemberontakan itu kembali lagi ke Madinah. Mereka mengepung kediaman Utsman bin Affan. Utsman segera mengirimkan utusan kepada para gubernurnya meminta kepada mereka untuk mengirimkan pasukan ke Madinah.

Maka terjadilah anarkisme di Madinah. Utsman meminta kepada para sahabat yang berada bersamanya agar tidak memerangi kaum pemberontak itu. Dia meminta mereka secara terus-menerus untuk tidak melakukan itu. Sebab, dia menginginkan agar tidak terjadi suatu pertumpahan darah yang disebabkan oleh dirinya.

Ada kabar bahwa pasukan bantuan akan segera tiba ke Madinah yang membuat pemberontak itu takut dan khawatir. Mereka kemudian memasuki rumah Utsman dengan cara melompati pagar rumahnya. Mereka membunuh Utsman saat membaca Al-Qur’an dengan pedang dan merampok harta baitul mal. Maka, terjadilah takdir Allah yang telah Dia rencanakan. Persis seperti apa yang disampaikan Rasulullah Saw, perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. Peristiwa ini terjadi pada hari jum’at tanggal 17 Dzulhijjah 35H/656M. Dan Utsman di makamkan di pekuburan Baqi (Madinah).

Perlu kiranya di sini dicatat bahwa pembunuh Utsman yang sebenarnya adalah sangat sedikit. Diantara yang diketahui adalah al-Ghafiqi yang kemudian melarikan diri. Oleh sebab itu mereka menisbatkan pembunuhan itu pada para pemberontak sehingga wilayah konfliknya menjadi luas dan akan memiliki akibat yang demikian berbahaya. Satu hal yang kemudian menjadi bencana bagi dunia Islam.[10]

  1. IV.            KESIMPULAN

Utsman bin Affan Selain dikenal dengan Abu ‘Amr dia juga dipanggil Abu Abdullah dan Abu Laila. Dia dilahirkan pada tahun keenam tahun Gajah. Beliau termasuk pula golongan As-Sabiqun Al-Awwalin, Utsman bin Affan adalah seorang yang berjiwa sosial tinggi, dermawan dan pemurah. Utsman terkenal dengan julukan “Dzun Nur’ain”.

Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah melalui proses pemilihan tidak langsung,  yaitu melewati badan Syura yang dibentuk oleh Umar bin Khattab. Masa kekhalifahannya selama 12 tahun yang terbagi menjadi dua periode, yaitu enam tahun pertama mengalami kesuksesan dan enam tahun yang terakhir mengalami kemunduran.

Dalam sejarah, Utsman sering dikatakan sebagai khalifah yang nepotisme. Hal ini didasarkan pada orang-orang dekat dari keluarga Utsman yang diangkat menjadi pejabat penting.

Beliau meninggal saat membaca Al-Qur’an karena dibunuh oleh pemberontak yaitu pada hari jum’at tanggal 17 Dzulhijjah 35H/656M. Dan di makamkan di  Baqi (Madinah).

  1. V.            PENUTUP

Demikianlah makalah ini dibuat,  kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak sekali kesalahan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi pemakalah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Al-Usairy, Ahmad. 2003. Sejarah Islam. Jakarta: Akbarmedia.

As-Suyuti, Imam. 2000. Tarikh Khulafa’. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Husain Haikal, Muhammad. 2009. Utsman bin Affan. Jakarta: PT. Pustaka Litera           Antarnusa.

Munir Amin, Samsul. 2009. Sejarah Peradapan Islam. Jakarta: Amzah.

Syalabi, A. 1997. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1. Jakarta: PT. Al-Husna Dzikra.

Syukur NC, Fatah. 2009. Sejarah Peradapan Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.

http//Masjidalkhoir.wordpress.com/2008/01/18/kisah-kisah sahabatnabi/:Utsman bin Affan.

 


[1] Imam As-Suyuti, Tarikh Khulafa’, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2000), hal.171

[2]http//Masjidalkhoir.wordpress.com/2008/01/18/kisah-kisah sahabat nabi/:Utsman bin Affan.

[3] Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan, (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa, 2009), cet.2.hal.33

[4] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, (Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1997), cet.9.hal.266

[5] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), cet.1.hal.104-105

[6]http//Masjidalkhoir.wordpress.com/2008/01/18/kisah-kisah sahabat nabi/:Utsman bin Affan.

[7] Fatah Syukur NC, Sejarah Peradapan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet.1.hal.55

[8] Samsul Munir Amin, Op Cit, hal.106

[9] A. Syalabi, Op Cit, hal.276-277

[10] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam, (Jakarta: Akbarmedia. 2003), cet.1.hal170-171

Tinggalkan komentar